Jumat, 01 Mei 2009

ASPEK IBADAH LATIHAN SPIRITUAL DAN AJARAN MORAL

ASPEK IBADAH LATIHAN SPIRITUAL DAN AJARAN MORAL

Manusia dalam faham Islam tersusun dari dua unsur, unsur jasmani dan unsur rohani. Tubuh manusia berasal dari materi dan mempunyai kebutuhan-kebutuhan materi seperti hawa nafsu bisa membawa pada kejahatan, sedangkan roh manusia bersifat immateri dan mempunyai kebutuhan spirituil, cenderung mengajak kepada kesucian. Kalau seseorang hanya mementingkan hidup kematerian ia mudah sekali dibawa hanyut oleh kehidupan yang tidak bersih, bahkan dapat dibawa hanyut kepada kejahatan.
Dalam Islam ibadatlah yang memberikan latihan rohani yang diperlukan manusia itu. Semua ibadat yang ada dalam Islam, salat, puasa, haji dan zakat, bertujuan membuat roh manusia supaya senantiasa tidak lupa pada Tuhan, bahkan senantiasa dekat pada-Nya. Keadaan senantiasa dekat pada Tuhan sebagai Zat Yang Maha Suci dapat mempertajam rasa kesucian seseorang. Di antara ibadat Islam, sholatlah yang membawa manusia terdekat kepada Tuhan. Di dalamnya terdapat dialog antara manusia dengan Tuhan dan dialog berlaku antara dua fihak yang saling berhadapan. Dalam dialog dengan Tuhan itu seseorang meminta supaya rohnya disucikan. Dialog ini wajib diadakan lima kali sehari, dan kalau seseorang lima kali sehari dengan sadar memohon pensucian roh, dan ia memang berusaha ke arah yang demikian, rohnya akan dapat menjadi bersih dan ia akan dijauhkan dari perbuatan-perbuatan tidak baik, apalagi dari perbuatan-perbuatan jahat.
Puasa juga merupakan pensucian roh. Di dalam berpuasa seseorang harus menahan hawa nafsu makan, minum, seks dan menahan rasa amarah, serta perbuatan-perbuatan kurang baik lainnya. Latihan jasmani dan rohani di sini bersatu dalam usaha mensucikan roh manusia. Di bulan puasa dianjurkan pula supaya orang banyak bershalat dan membaca Al-Qur-an,. disempurnakan dengan mengeluarkan zakat fitrah bagi mereka.
lbadah haji juga merupakan pensucian roh. Dalam mengerjakan haji di Mekkah, orang berkunjung ke Baitullah. Sebagaimana dalam shalat, orang di sini juga merasa dekat sekali dengan Tuhan. Usaha pensucian roh di sini disertai oleh latihan jasmani dalam bentuk pakaian, makanan dan tempat tinggal sederhana. Selama mengerjakan haji perbuatan-perbuatan tidak baik harus di jauhi. Di dalam haji terdapat pula latihan rasa bersaudara antar semua manusia, tiada beda antara kaya dan miskin, semua sederajat.
Zakat, sungguhpun itu mengambil bentuk mengeluarkan sebagian dari harta untuk menolong fakir-miskin dan sebagainya juga merupakan pensucian roh. Di sini roh dilatih menjauhi kerakusan pada harta dan memupuk rasa bersaudara, rasa kasihan dan suka menolong anggota masyarakat yang berada dalam kekurangan.
Ibadat dalam Islam sebenarnya bukan bertujuan supaya Tuhan disembah dalam arti penyembahan yang terdapat dalam agama-agama primitif. Pengertian serupa ini adalah pengertian yang tidak tepat. Betul ayat 56 dari Surat Al-Zariat_mengatakan dan ini diartikan bahwa manusia diciptakan semata-mata untuk beribadat kepada Tuhan yaitu mengerjakan shalat, puasa, haji dan zakat. Soal ibadah memang amat penting artinya dalam sejaran Islam, tetapi mestikah kata " " disini berarti beribadat, mengabdi atau menyembah ? Sebenarnya Tuhan tidak berhajat untuk disembah atau dipuja manusia. Tuhan adalah Maha Sempurna dan tak berhajat kepada apapun. Oleh karena itu kata " " disini lebih tepat kalau diberi arti lain daripada arti beribadat, mengabdi, memuja, apalagi menyembah. Lebih tepat kelihatannya kalau kata itu diberi arti tunduk dan patuh dan kata memang mengandung arti tunduk dan patuh sehingga arti ayat itu menjadi :
'Tidak Kuciptakan jin dan manusia kecuali untuk tunduk dan patuh kepadaKu’
Arti ini lebih sesuai dengan arti yang terkandung dalam kata muslim dan muttaqi, yaitu menyerah, tunduk dan menjaga diri dari hukuman Tuhan di Hari Kiamat dengan mematuhi perintah-perintah dan larangan-larangan Tuhan.
Dengan lain kata, manusia diciptakan Tuhan sebenarnya ialah untuk berbuat baik dan tidak untuk berbuat jahat, sungguhpun di dunia ada manusia yang memilih kejahatan.
Selanjutnya arti sembah dan sembahyang yang diberikan kepada " " ” dan " " juga membawa kepada faham yang tidak tepat: Kata sembahyang berasal dari suatu bahasa yang memakai falsafat lain dari falsafat Islam. Sembahyang mengandung arti menyembah kekuatan gaib dalam faham masyarakat animisme dan politeisme. Dalam falsafat masyarakat serupa ini kekuatan gaib yang demikian ditakuti dan mesti disembah dan diberi sesajen agar ia jangan murka dan jangan membawa bencana bagi alam.
Kata sembahyang yang mengandung arti demikian, ketika dibawa ke dalam konteks Islam, sebagai terjemahan bagi kata " " dan " ", menimbulkan perubahan dalam konsep Tuhan yang ada dalam Islam. Dalam
Islam Tuhan bukanlah merupakan suatu zat yang ditakuti tetapi suatu zat
yang dikasihi. Ini ternyata dari ucapan : “ “, yang tiap hari berkali-kali dibaca umat Islam. Rahman dan Rahim berarti pengasih lagi
Penyayang, jadi bukan Tuhan yang ditakuti, tetapi Tuhan yang dikasihi manusia.
Tetapi kata sembahyang yang masuk ke dalam konteks Islam itu menghilangkan sifat Pengasih dan Penyayang itu dari kesadaran kita umat Islam. Inilah pula kelihatan salah satu sebabnya maka “ “ dalam Al-Qur’an di Indonesiakan menjadi "takutilah Tuhan" sedang arti sebenarnya ialah "pelihara dan jagalah dirimu dari hukum Tuhan di akhirat dan patuhlah kepada perintah dan laranganNya".
Tujuan ibadat dalam Islam bukanlah menyembah, tetapi mendekatkan diri kepada Tuhan, agar dengan demikian roh mausia senantiasa diingatkan kepada hal-hal yang bersih lagi suci, sehingga akhirnya rasa kesucian seseorang menjadi kuat dan tajam. Roh suci membawa kepada budi pekerti baik dan luhur. Oleh karena itu, ibadat, di samping merupakan latihan spirituil, juga merupakan latihan moral.
Shalat memang erat hubungannya dengan latihan moral : Ayat 45 dari Surat Al-Ankabut_menyatakan
Salat mencegah orang dari perbuatan jahat dan tidak baik.
Hadis Nabi lebih lanjut menjelaskan :

Yang mengandung arti bahwa salat yang tidak mencegah orang dari perbuatan jahat dan tidak baik bukanlah sebena salat. Salat demikian tidak ada artinya dan membuat orang berubah jauh dari Tuhan. Dalam satu hadis qudsi disebut :

yaitu Tuhan akan menerima salat orang yang merendah diri tidak sombong, tidak menentang malahan selalu ingat kepada Tuhan dan suka menolong orang-orang yang dalam kesusahan seperti fakir miskin, orang yang dalam perjalanan, janda dan orang yang kena bencana. Jadinya salah satu tujuan shalat ialah menjauhkan manusia dari perbuatan-perbuatan jahat dan mendorongnya untuk berbuat hal-hal yang baik.
Demikian juga puasa dekat hubungannya dengan latihan moral. Ayat 183 dari Surat Al-Baqarah mengatakan :

Hai orang-orang yang percaya, berpuasa diwajibkan bagi kamu sebagai halnya dengan umat sebelum kamu. Semoga kamu menjadi manusia bertaqwa.
Bertakwa artinya menjauhi perbuatan-perbuatan jahat dan melakukan perbuatan-perbuatan baik. Hadis-hadis Nabi juga mengkaitkan puasa dengan perbuatan-perbuatan tidak baik. Salah satu hadis mengatakan :

Jadi puasa yang tidak menjauhkan manusia dari ucapan dan. Perbuatan tidak baik tidak ada gunanya. Orang yang demikian tidak perlu menahan diri dari makan dan minum, karena puasanya tak berguna.
Mengenai haji, ayat 197 dari Surat Al-Baqarah :

Menerangkan bahwa sewaktu mengerjakan haji orang tidak mengeluarkan ucapan-ucapan tidak senonoh, tidak boleh berbuat hal-hal tidak baik dan tidak boleh bertengkar.
Tentang zakat ayat 103 dari Surat Al-Taubah :

Menjelaskan bahwa zakat diambil dari harta untuk membersihkan dan mensucikan pemiliknya. Hadits berikut :


menerangkan bahwa arti sedekah luas sekali sehingga ia mencakupi senyuman kepada manusia, seruan pada perbuatan baik dan larangan dari berbuat jahat, memberi petunjuk kepada manusia, menjauhkan duri dari jalan, memberi air yang ada digayung kita kepada orang yang berhajat dan menuntun orang yang lemah penglihatannya.
Demikianlah Al-Qur’an dan hadits menjelaskan bahwa ibadat sebenarnya merupakan latihan spirituil dan moral dalam Islam membina manusia yang tidak kehilangan keseimbangan hidup, lagi berbudi pekerti luhur.
Di samping latihan spirituil dan moral ini, Al-Qur’an dan juga membawa ajaran-ajaran atau norma-norma moral yang dilaksanakan dan dipegang setiap orang Islam.
Ayat 58 dari Surat An-Nisa’ :

mengajarkan supaya manusia mengetahui hak orang lain dan bersikap ikhlas terhadap hak itu. Ayat ini memerintahkan supaya amanat (hak yang dipercayakan kepada seseorang) diteruskan kepada yang berhak. Juga ayat ini mengajarkan supaya manusia berlaku adil. Ayat 90 dari Surat Al-Nahl :

Disamping mengandung perintah supaya manusia bersikap adil, baik kepada orang dan menolong keluarga juga mengandung larangan berbuat tidak baik dan jahat.
Selanjutnya ayat 188 dari Surat Al-Baqarah mengatakan :

Janganlah kamu memakan harta orang lain dengan alasan palsu dan jangan bawa hal itu ke depan hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan harta orang lain dengan jalan tidak benar.
Ayat 11 dan 12 dari Surat-Hujurat :

Lebih lanjut lagi mengajarkan hal-hal berikut : Janganlah mencemoohkan orang lain, karena mungkin lebih baik dari kita sendiri; jangan mencela orang lain, jangan memberi nama julukan tidak baik; jangan berburuk sangka, karena sebahagian buruk sangka merupakan dosa; jangan mencari-cari kesalahan orang dan jangan mengumpat orang. Semua ini adalah perbuatan-perbuatan tidak baik yang harus dijauhi. Selain dari ajaran-ajaran akhlak, Al-Qur’an bahkan mengandung ajaran-ajaran bagaimana seharusnya tingkah laku seseorang dalam hidup sehari-hari.
Ayat 27 dan 28 dari Surat An-Nur :

Umpamanya mengajarkan agar seseorang jangan memasuki rumah orang lain sebelum meminta izin serta memberikan salam dan kalau tidak diberi izin masuk supaya kembali saja, karena itu adalah lebih baik. Ayat 58 dari surat itu juga
Selanjutnya mengajarkan agar sebelum memasuki ruang tertutup orang harus meminta izin terlebih dahulu, dengan mengetok umpamanya, tiga kali, walaupun bagi anak yang belum dewasa.
Demikianlah pentingnya budi-pekerti luhur dan tingkah laku sehari-hari dalam Islam, sehingga hal-hal itu disebut Tuhan dalam Al-Qur-an. Dan Nabi Muhammad sendiri mengatakan bahwa beliau diutus ke dunia ini untuk menyempurnakan ajaran-ajaran tentang budi-pekerti luhur. Beliau juga menerangkan : Tuhan telah menentukan Islam sebagai agamamu, maka hiasilah agama itu dengan budi-pekerti baik dan hati pemurah. Berkata benar dan tidak berdusta adalah norma moral yang penting. Nabi mengatakan : “Kata benar menimbulkan ketenteraman tetapi dusta menimbulkan kecemasan”. Menurut 'Aisyah, sifat yang paling dibenci Nabi ialah berdusta. Seorang mu'min, kata Nabi, boleh bersifat penakut dan bakhil, tetapi sekali-kali tak boleh berdusta. Tiga macam orang, kata Nabi, yang tak akan masuk surga, orang tua yang berzina, Imam yang berdusta, dan kepala yang bersifat angkuh. Mengenai kejujuran Nabi mengatakan : "Tidak terdapat iman dalam diri orang yang tidak jujur dan tidaklah beragama orang yang tak dapat dipegang janjinya". Dan seorang pernah bertanya kepada Nabi : "Kapan hari kiamat ?" jawab beliau : “Kalau kejujuran telah hilang". Janji harus ditepati walaupun kepada musuh. Nabi pernah mengucapkan kata-kata berikut: "jika seseorang berjanji tidak akan membunuh seseorang lain, tetapi orang itu kemudian ia bunuh, maka aku suci dari perbuatannya, sungguhnya yang ia bunuh itu adalah orang kafir". Orang pernah bertanya kepada Nabi tentang semulia-mulia manusia. Nabi menerangkan : “Orang yang hatinya bersih lagi suci dan lidahnya benar". Juga Nabi mengatakan bahwa orang yang suka mencaci dan hatinya berisi rasa dengki akan masuk neraka. Selanjutnya orang yang kuat kata Nabi, bukanlah orang yang tak dapat dikalahkan kekuatan fisiknya, tetapi yang kuat ialah orang yang dapat menahan amarahrya. Hadis lain lagi menerangkan bahwa orang yang dapat menahan marahnya di hari kiamat akan dapat memilih bidadari yang disukainya.
Lebih lanjut lagi Nabi mengatakan bahwa derajat yang tinggi diberikan Tuhan kepada orang yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang tak menghargainya, memaafkan orang yang tak mau memberi apa-apa kepadanya dan tetap bersahabat dengan orang yang memutuskan tali persaudaraan dengan dia. Hadis juga mengatakan bahwa orang yang paling tak disenangi Tuhan ialah orang yang berdendam khusumat. Demikianlah hadis-hadis Nabi banyak menyebut norma-norma akhlak mulia dan Nabi sendiri dikenal sebagai orang yang budi pekertinya luhur. Al-Qur’an mengatakan : “ “
Tegasnya, Islam sebagai halnya dengan agama-agama lain, amat mementingkan pendidikan spirituil dan moral. Di sinilah sebenarnya terletak inti-sari sesuatu agama. Inti-sari ajaran-ajaran Islam,memang berkisar sekitar soal baik dan buruk, yaitu perbuatan mana yang bersifat baik dan membawa kepada kebahagiaan, dan perbuatan mana yang bersifat buruk atau jahat dan membawa kepada kemudaratan dan kesengsaraan. Untuk kebahagiaan manusia, perbuatan baik dikerjakan dan perbuatan jahat dijauhi.
Di samping teologi, fikih atau hukum Islam sebenarnya juga memusatkan pembahasan pada soal baik dan buruk itu. Pengertian wajib, haram, sunat dan makruh hubungannya erat sekali dengan perbuatan baik dan perbuatan buruk atau jahat. Perbuatan ada di antaranya yang wajib dikerjakan dan ada pula di antara yang sunnah dikerjakan. Perbuatan buruk atau jahat ada yang haram dikerjakan dan ada yang makruh dikerjakan. Perbuatan-perbuatan tidak baik yang haram atau makruh kalau dikerjakan, membawa kepada kemudhratan dan kesengsaraan, sedang perbuatan-perbuatan baik yang wajib atau yang sunnah, kalau dikerjakan, membawa kepada kebaikan dan kebahagiaan.
Ancaman yang berupa neraka dan janji yang berupa surga di akhirat, juga erat hubungannya dengan soal baik dan buruk ini. Orang yang berbuat baik di dunia ini akan masuk surga di akhirat, dan orang yang berbuat jahat akan masuk neraka. Yang dimaksud di sini dengan perbuatan baik bukan hanya yang merupakan ibadat, tetapi juga perbuataan baik duniawi yang setiap hari dilakukan manusia dalam hubungannya dengan manusia, bahkan juga dengan makhluk lain, terutama binatang-binatang. Dan sebaliknya.
Jelas bahwa dalam Islam, soal baik dan buruk, di samping soal ketuhanan menjadi dasar agama yang penting. Ini demikian, karena yang ingin dibina Islam ialah manusia baik yang menjauhi perbuatan-perbuatan buruk atau jahat di dunia ini. Manusia serupa inilah sebenarnya yang dimaksud dengan mu'min, muslim dan muttaqin (orang yang bertakwa). Mu'min ialah orang yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebagai sumber nilai-nilai yang bersifat absolut, muslim orang yang menyerahkan diri dan tunduk kepada Tuhan dan muttaqin atau orang bertaqwa adalah orang yang memelihara diri dari hukuman Tuhan di akhirat, yaitu orang yang patuh pada Tuhan, dalam arti patuh menjalankan perintah-perintahNya dan patuh menjauhi larangan-laranganNya. Perintah Tuhan hubungannya ialah dengan perbuatan-perbuatan baik sedang larangan Tuhan hubungannya ialah dengan perbuatan-perbuatan buruk dan jahat. Dengan tegasnya yang dimaksud dengan orang yang bertakwa ialah orang baik yang mengerjakan kebaikan-kebaikan dan menjauhi kejahatan-kejahatan.
Dengan demikian, yang dimaksud dengan mu'min, muslim dan muttaqin sebenarnya adalah orang yang bermoral tinggi dan berbudi pekerti luhur. Tidak mengherankan kalau soal akhlak dan budi pekerti luhur memang merupakan ajaran yang penting sekali dalam Islam. Dan soal itu demikian pentingnya sehingga, bukan hanya ibadat shalat, puasa, zakat serta haji saja, tetapi juga hukum fikih dan konsep-konsep iman, Islam, surga, serta neraka, kesemuanya sebagai dilihat di atas, erat hubungannya dengan perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia. Tujuan dasar dari semua ajaran-ajaran Islam memanglah untuk mencegah manusia dari perbuatan buruk atau jahat dan selanjutnya untuk mendorong manusia kepada perbuatan perbuatan baik. Dari manusia-manusia baik dan berbudi pekerti luhurlah masyarakat baik dapat diwujudkan

Tidak ada komentar: